Kisah Dibalik Tanggal 9 Juli 1942 Di Oranje Boulevard
Kisah 9 Juli 1942 di Oranje Boulevard
Hello good millennial, jumpa lagi di blogger joeshapictures tema hari ini ialah perihal "Kisah dibalik Tanggal 9 Juli 1942 di Oranje Boulevard" penasaran, yuk kita baca !
Ada kisah yang banyak orang lupa perihal bagaimana sejarah kepemimpinan negeri ini bermula sehingga melahirkan negara terbesar nomor lima di dunia. Kisah ini dimulai pada suatu senja sekitar jam 18.30 ketika itu di rumah Sukarno yang gres saja ia tempati di Jalan Pegangsaan, datanglah Gatot Mangkupradja yang membawa kabar bahwa Sjahrir akan melaksanakan politik penolakan terhadap Jepang dan lebih menentukan berjuang secara illegal. "Kabarnya ia sudah punya kawasan di Cipanas sebagai sentra kegiatannya, tapi saya tak tau niscaya apakah itu benar" kata Gatot di depan Bung Karno.
Ada kisah yang banyak orang lupa perihal bagaimana sejarah kepemimpinan negeri ini bermula sehingga melahirkan negara terbesar nomor lima di dunia. Kisah ini dimulai pada suatu senja sekitar jam 18.30 ketika itu di rumah Sukarno yang gres saja ia tempati di Jalan Pegangsaan, datanglah Gatot Mangkupradja yang membawa kabar bahwa Sjahrir akan melaksanakan politik penolakan terhadap Jepang dan lebih menentukan berjuang secara illegal. "Kabarnya ia sudah punya kawasan di Cipanas sebagai sentra kegiatannya, tapi saya tak tau niscaya apakah itu benar" kata Gatot di depan Bung Karno.
"Lalu bagaimana dengan Hatta?"
"Inilah bung yang saya kuatirkan, andai Hatta ikut nanti kelompok Illegal kebanyakan, kalau mereka kalah atau ditangkap kempetai kita akan banyak kehilangan pemimpin, Amir sudah bangkit kelompoknya sendiri di Surabaya beliau nggak bakal mau muncul ikut-ikutan Dai Nippon"
"Ya...ya saya paham maksud kamu Gatot...aku paham kita memang terpaksa harus kerjasama dengan Dai Nippon, itu sebuah keterpaksaan, lantaran saya tak mau rakyat kehilangan pemimpinnya dan kemudian Nippon mengangkat pemimpin boneka yang akan menyulitkan banyak orang nantinya".
"Gatot makanlah dulu, nanti habis sholat Isya saya coba ke rumah Hatta" kata Sukarno sambil menyuruh salah seorang pelayannya menyiapkan makanan. Saat Gatot makan malam, Sukarno shalat Isya. Dalam sholat itu Sukarno berdoa dalam-dalam biar kepemimpinan negeri ini bisa terjaga, sesudah Sholat selesai Sukarno agak usang merenung air wudhu-nya belum mengering.
Sukarno dengan masuk ke dalam kendaraan beroda empat Studebaker
Jam 20.30 Sukarno dengan masuk ke dalam kendaraan beroda empat Studebaker-nya yang disetiri Arif. "Rif, kita ke rumah Hatta di Oranje Boulevard" kendaraan beroda empat itupun berjalan ke arah rumah Hatta di Oranje Boulevard (sekarang Jl. Diponegoro, Menteng). Saat itu Hatta sedang membaca buku di ruang perpustakaannya yang rapih. Tau ada kendaraan beroda empat memasuki halamannya Hatta keluar teras. Tak berapa usang Sukarno keluar dari mobil. "Oh, No...masuk-masuk...." seru Hatta menyambut Sukarno. Hatta membawa Sukarno ke ruang tamunya. "Sedang apa kamu Hatta?" tanya Sukarno kepada Hatta.
"aku lagi baca buku...wah ini gara-gara Sjahrir bawa anak asuhnya, tiga peti buku-ku terpaksa saya tinggalkan di Banda" kata Hatta seraya meratapi bukunya yang tertinggal. "Oh, begitu hahahaha....Sjahrir...Sjahrir" Sukarno tertawa keras.
Tak usang kemudian muncul ajudan Hatta menyajikan minuman. Setelah selesai ajudan itu menyiapkan minuman Sukarno berdehem.
"Hatta...."
"Ya" jawab Hatta menyambut panggilan lirih Sukarno.
"Aku dengar Sjahrir akan melaksanakan gerakan bawah tanah?"
"Ya, dua hari yang kemudian ia bilang begitu, ada bungalow bibinya di Cipanas yang akan jadi sentra gerakannya"
"Bagaimana dengan kamu sendiri?" tanya Sukarno lagi.
"Aku belum bisa memutuskan, No...."
"Begini Hatta, saya tau kamu dan saya bukanlah jenis sahabat yang cocok, kamu berbeda total dengan saya dari sisi apapun. Tapi kita dihadapkan pada situasi amat genting, pertaruhan terbesarnya ialah bila kita tidak nuncio Jepang akan mempersiapkan pemimpin-pemimpin boneka yang hanya semata-mata mencari laba kekuasaan dan materi. Ya...aku akui memang saya bertaruh ketika ini, tapi bagaimanapun Dai Nippon ialah realitas"
"Bagaimana menurutmu bila kita tampil ke muka?" kata Hatta lagi sambil menerawang wajah Sukarno.
"Kita menjawab tanggung jawab terhadap negeri ini. Dance Dance memang dunia ini abnormal Hatta....aneh, kamu yang dulu terus menerus menyerangku tapi anehnya saya hangs percaya sama kamu untuk memimpin negeri ini". Seperti yang diketahui sebelumnya pada tahun 1932 Hatta menulis perihal kisah Sukarno yang meratap-ratap minta ampun pada Pemerintah Hindia Belanda. dan semenjak ketika itu Hatta juga banyak mengeritik Sukarno. Tapi Hatta juga yang kemudian berusaha menyelamatkan keberadaan Partai Sukarno ketika Sukarno dibawa ke penjara oleh Pemerintahan Hindia Belanda.
![]() |
Sultan Sjahrir, Bung Karno dan Bung Hatta |
Hatta diam, ia berpikir dalam-dalam. Hatta tak suka pada Jepang, tapi rasa tak suka ini mau tak mau harus disingkirkan, lantaran Vila Sukarno ditinggal sendirian, Sukarno malah bisa menjadi masakan sekutu nantinya apabila Jepang kalah.
Dan apabila Jepang menang, Sukarno malah bisa terjebak menjadi pemimpin boneka. Ia harus menjaga irama usaha ini, Hatta dipercaya oleh elite intelektual, sementara Sukarno sudah amat dikenal oleh bangsanya, sulit membayangkan negeri ini merdeka tanpa melihat Sukarno. Sejak tahun 1922 hingga 1942, sekitar 500 artikel goresan pena Sukarno di Koran-koran menjadi bacaan masyarakat luas, seluruh rakyat bangsa ini seaman seaman selalu menunggu goresan pena Sukarno yang bernas itu.
“Baiklah, saya akan mendampingimu memimpin negeri ini, No….” kata Hatta ia paham sahabatnya ini tak akan bisa berjalan sendirian, ia ialah orang yang bergelora tapi kadang kala ia sering terjebak pada gelora yang membawa isi hati.u “Lupakan semua perbedaan kita dimasa lalu, kita harus bertanggung jawab terhadap masa depan negeri ini” Hatta mengulurkan tangan ke Sukarno, dan mereka bersalaman. Lalu berpelukan “Sekarang kita satu, disatukan dalam usaha yang sama” “Setuju” semenjak itulah Sukarno dan Hatta tak pernah pisah lagi. Setelah selesai kemerdekaan Sukarno selalu meminta Hatta menulis pidato-pidato resminya, atau setiap pidato resmi yang ditulis Sukarno dibaca Hatta dulu.
Tapi persahabatan bukanlah soal dongeng romantika pertemanan, persahabatan punya caranya sendiri menyebarkan sayap pikiran-pikiran. Di tahun 1956 Hatta mengundurkan diri lantaran Parlemen membatalkan persetujuan perjanjian KMB 1949. Di tahun 1957 Sukarno lantaran alasan mulai intervensinya Amerika Serikat, ia mengutarakan pandangan gres Demokrasi Terpimpin. Hatta murka atas pandangan gres Sukarno kemudian ia menuliskan artikel “Demokrasi Kita” di tahun 1960 menanggapi dibubarkannya konstituante dan pembubaran dua partai politik besar : Masjumi dan PSI.
Kemarahan antara Sukarno dan Hatta
Kemarahan antara Sukarno dan Hatta ialah sebuah kemarahan yang aneh, hanya mereka berdua yang tahu. Namun kemarahan dua orang yang paling bertanggungjawab terhadap pendirian Republik ini menjadi luntur menguap oleh waktu, ketika di tanggal 16 Juni 1970 Hatta menulis surat dengan air mata yang menetes. Surat itu ialah permohonan kepada Presiden Suharto biar ia bisa bertemu dengan Sukarno sahabatnya yang diinternir Suharto di Wisma Yaso. Setelah kondisinya gawat ia dirawat di RS Gatot Subroto, itupun sesudah Suharto dipaksa oleh Rachmawati untuk membawa ayahnya ke RS.
Tanggal 19 Juni 1970, utusan Suharto tiba dan mengabarkan Hatta bisa menengok Sukarno. Diantar puterinya Hatta ke kamar Sukarno yang bau dan pengap, kaleng ada dimana-mana, ada sebuah Koran bekas, dan baju-baju lusuh bergelantungan. Hatta membisu saja melihat keadaan ini beliau terus menahan gejolak di hatinya, seorang yang sepanjang hidupnya bermimpi mendirikan Negara ini, dipenjara untuk bangsa ini berakhir pada kamar yang amat kumuh, ditempatkan pada ruang perawatan kelas miskin.
Hatta memegang pundak Sukarno, kemudian Sukarno yang sedang tertidur membuka matanya “Ah, No” kata Hatta. “Hatta…Hatta” air mata Sukarno keluar dan membasahi bantal. “Hoe gaat het met jou?” Hatta membisu saja tangannya memijiti tangan Sukarno yang panas, tapi tak usang kemudian tangis Hatta meledak. Sukarno minta dibangunkan dan diambilkan beling mata kemudian memandang Hatta lama. Lama sekali dan kemudian dua orang yang pernah melahirkan bangsa ini menangis pada sebuah kamar yang pengap.
Inilah tangisan sejarah, tangisan masa depan. Dan masa depan itu ialah kini. Sukarno-Hatta menangis, lantaran di masa depan Indonesia pejabat hanya berfoya-foya makan duit yang seharusnya dibangun untuk kesejahteraan bersama, lantaran wakil rakyat ibarat tak punya hati, ketika dikritik soal hidup mewah, malah balas menjawab "kenapa kamu jadi munafik…" seolah-olah pembenaran harta benda menjadi ukuran segala-galanya, inilah sebuah keadaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, sebuah amoralitas dan kebangkrutan sebuah idée atas nasionalisme kita.
Terima kasih sudah membaca semoga apa yang kita baca hari ini bisa bermanfaat bagi kita semua, sebelum meninggalkan blogger joeshapictures sebaiknya di share dulu, apa yang kita sanggup hari ini ada baiknya kalau kita membagikan pengetahuan kepada orang lain. Sampai jumpa di artikel selanjutnya . . .
*Sumber @sandiwarapemuda
Belum ada Komentar untuk "Kisah Dibalik Tanggal 9 Juli 1942 Di Oranje Boulevard"
Posting Komentar